Oleh :
Yulia Enshanty, S.Pd (Mahasiswa Magister Pendidikan Geografi, Universitas Siliwangi, Guru Geografi SMA di Kabupaten Sukabumi)
Sekolah, sebagai sebuah institusi pendidikan, memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan adil bagi semua pihak, termasuk para guru yang menjadi ujunng tombaknya. Namun ironisnya, diskriminasi masih kerap terjadi di lingkungan sekolah, menciptakan tembok yang memisahkan dan dapat menghambat kemajuan. Diskriminasi dalam lingkungan kerja di sekolah sejatinya bukanlah masalah baru. Meskipun undang-undang dan kebijakan telah dibuat untuk melindungi hak-hak individu dari segala bentuk diskriminasi, realitasnya seringkali masih jauh dari kata ideal. Diskriminasi adalah perlakuan yang tidak adil atau pembedaan terhadap individu atau kelompok berdasarkan karakteristik bawaan (Ras, suku bangsa, etnis, jenis kelamin, usia, dan kondisi fisik), kepercayaan (agama, politik, dan ideologi), status sosial (ekonomi, pendidikan, dan pekerjaan) dan faktor lainnya (orientasi seksual, identitas gender, dan ekspresi gender).
Diskriminasi dapat berupa tindakan langsung atau tidak langsung, dan dapat berdampak negatif pada kehidupan orang-orang yang mengalaminya. Diskriminasi yang terjadi pada guru di lingkungan sekolah akan menimbulkan dampak negatif pada kualitas pendidikan yang diberikan kepada siswa. Diskriminasi dapat menurunkan semangat kerja dan motivasi guru. Guru yang didiskriminasi akan merasa tidak dihargai dan dihormati atas kontribusinya. Hal ini dapat memicu keraguan diri dan menurunkan rasa percaya diri dalam mengajar. Guru juga mungkin akan merasa tidak mampu atau tidak kompeten, sehingga enggan mengambil inisiatif dan tanggung jawab.
Baca Juga:Diduga Hendak Lakukan Tawuran di Jalan Husni Hamid Karawang, Polisi Amankan 25 PemudaTahun 2023, Penyakit TBC di Karawang Capai 12.896 Kasus
Perlakuan diskriminasi juga dapat menciptakan lingkungan kerja yang penuh tekanan dan tidak bersahabat, sehingga guru yang didiskriminasi mungkin merasa terancam, terisolasi, dan dikucilkan. Hal ini tentunya dapat memicu stres, kecemasan, dan depresi, yang berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisik guru. Tidak semua orang memiliki kemampaun mengatasi stres, dan kita tidak pernah tahu batas kemampuan mental seseorang. Hal ini tentunya akan mengakibatkan guru tidak dapat memberikan pelayanan optimal kepada siswa.
Semangat kerja dan motivasi guru juga dapat melemah sebagai akibat dari adanya diskriminasi. Guru yang merasa diperlakukan tidak adil akan kehilangan semangat untuk bekerja dan berinovasi. Motivasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan memberikan pelayanan terbaik kepada siswa menjadi menurun. Guru mungkin hanya akan melakukan pekerjaan seadanya, tanpa rasa adanya dedikasi dan tanggung jawab.