Namun hal ini masih ekonomi makro dimana masyarakat grassroot banyak kesulitan ekonomi yang dilanda oleh sebagian penduduk Indonesia, itulah mungkin yang dimaksud oleh analis Jawa Pos tadi. Ketimpangan ekonomi nampak dimanapun berada di pojok republik ini. Bisa juga karena ekonomi sekarang menjadi tolok ukur keberhasilan seseorang apalagi ketika akan memasuki jenjang pernikahan. Mereka tidak punya keberanian yang cukup untuk memasuki jenjang pernikahan ketika kondisi ekonominya dirasa belum cukup.
Sebenarnya keadaan ini tidak perlu terjadi ketika ada keyakinan bahwa dengan membangun keluarga maka nanti rezeki akan mereka terima seiring dengan bertambahnya tanggungjawab karena bertambahnya anggota keluarga juga seiring dengan kerja keras yang mereka lakukan sekaligus pengertian cukup itu juga sangat relatif walaupun standarnya dari waktu ke waktu terus semakin tinggi. Apalagi dalam agama Islam membangun keluarga merupakan suatu ibadah karena untuk mewariskan/membentuk/menurunkan generasi yang akan datang.
Banyak keluarga yang secara ekonomi dibangun tidak mempunyai landasan ekonomi yang kuat, namun seiring dengan perjalana waktu dan perjuangan mereka maka mereka bisa membangun pondasi ekonomi keluarga menjadi baik pula. Namun kondisi ini tentunya harus dibarengi dengan upaya dan kerja keras bukan sekedar berpangku tangan pasrah pada nasib semata. Juga membangun keluarga ini tentunya setelah memasuki umur yang ideal yaitu kisaran 20-25 tahun untuk wanita dan 25-30 tahun untuk pria. Sehingga ketika sudah memasuki masa usia siap maka akan terjadi kesiapan fisik dan mental setiap individu untuk ke jenjang pernikahan tersebut.
Baca Juga:Menelisik Hubungan Geografi dan Bulan RamadanPeran Penting Sekolah dalam Menciptakan Lingkungan Kerja yang Sehat
Namun ironisnya perkawinan usia dini juga mengalami peningkatan yang signivikan dilihat dari data ijin menikah yang dikeluarkan oleh pengadilan agama.
Bahkan Provinsi Jawa Timur menurut Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK, Femmy Eka Kartika Putri, Dalam suatu kesempatan mengatakan bahwa Provinsi Jawa Timur menjadi provinsi dengan angka perkawinan anak paling tinggi, yaitu 10,44% lebih tinggi dari angka rata-rata nasional.
Selain itu, angka permohonan dispensasi perkawinan anak di Provinsi Jawa Timur merupakan yang tertinggi se-Indonesia, yaitu sebanyak 15.337 kasus atau 29,4 % kasus nasional. Maraknya perkawinan anak ini akan menimbulkan polemik baru yaitu kemiskinan bagi Indonesia. Bahkan hal ini dapat menimbulkan angka kemiskinan ekstrem yang baru. Untuk itu hal ini harus segera diatasi secara komprehensip oleh semua pihak.