PASUNDAN EKSPRES- Bulan Ramadan, bulan suci yang penuh berkah, seringkali dihubungkan dengan pemikiran bahwa setan-setan akan diikat atau dibelenggu.
Namun, mengapa masih saja kita mendapati perilaku yang tidak sepenuhnya menyelaraskan dengan keyakinan tersebut? Mari kita telaah lebih dalam.
Sebagai umat Muslim, kita sering mendengar sabda Rasulullah saw yang menyatakan bahwa setan-setan akan diikat pada bulan Ramadan.
Baca Juga:Resep Praktis Roti Lapis Teflon: Inovasi Lezat untuk KeluargaResep Pangsit Tulang Rangu, Membuat Hidangan Viral dengan Sentuhan Kreatif
Pertanyaannya, jika demikian, mengapa masih terjadi tindakan-tindakan yang mirip dengan ulah setan?
Pertama-tama, mari kita mencermati makna sebenarnya dari “dibelenggu” dalam konteks ini. Menurut penafsiran beberapa ulama, “dibelenggu”
Bukanlah secara harfiah menyandarkan setan dengan rantai atau membatasi gerak fisiknya, seperti halnya kita membelenggu tangan seseorang. Sebaliknya, ini lebih pada pembatasan aksi mereka terhadap manusia.
Sebagaimana dijelaskan oleh Ustaz Bu Yayya, setan-setan yang dimaksudkan di sini adalah setan-setan gaib yang tak kasat mata. Mereka tidak terlihat dan tidak dikenal bentuknya.
Jadi, “dibelenggu” lebih merujuk pada pembatasan kekuatan mereka untuk memengaruhi manusia.
Tapi mengapa masih ada kejahatan di bulan puasa? Hal ini karena manusia memiliki hawa nafsu yang masih menggelora, bahkan ketika setan-setan terbelenggu.
Setan mungkin tidak lagi menghasut kita secara langsung, tetapi api hawa nafsu yang ada dalam diri kita sendiri masih membakar. Analoginya, setan biasanya menghasut, sekarang hawa nafsu kita yang menghasut diri sendiri.
Baca Juga:Kenapa Hidup di Jakarta Begitu Sulit?Wajib di Coba! Puding Ikan Gelembung, Kreasi Menarik dan Lezat untuk Anak-Anak
Jadi, bagaimana kita dapat memahami fenomena ini? Meskipun setan-setan terbelenggu, namun kekuatan untuk mengendalikan diri kita sendiri masih tetap pada kita.
Ramadan adalah waktu yang tepat untuk menyalakan cahaya kesadaran dalam diri kita, untuk mengendalikan hawa nafsu, dan untuk menahan diri dari godaan.
Dalam konteks ini, bulan puasa adalah waktu yang memungkinkan kita untuk mengevaluasi perilaku kita, untuk menumbuhkan kedisiplinan diri, dan untuk mendekatkan diri pada Allah.
Ketika kita mampu mengendalikan hawa nafsu kita sendiri, maka setan tidak lagi memiliki daya pengaruh yang signifikan.
Jadi, apakah masih banyak setan di bulan puasa ini? Jawabannya tergantung pada bagaimana kita memandangnya.
Jika kita fokus pada kesadaran diri, pengendalian hawa nafsu, dan meningkatkan ibadah, maka setan-setan tersebut menjadi tidak relevan dalam pengaruhnya.