Perlu adanya manajemen dalam penyimpanan sample batuan tadi sehingga guru tidak kerepotan ketika mengambil sample tersebut untuk digunakan dalam praktikum berikutnya. Dibutuhkan ruang dan tempat penyimpanan khusus semisal adanya laboratorium geografi dalam menunjang penyimpanan sample tadi untuk mencegah kerusakan pada alat peraga geografi.
Seringkali kita juga menemui adanya peta dinding yang rusak dan tercecer karena jarang dipergunakan. Padahal dalam era digital seperti sekarang siswa dituntut untuk mampu membaca dan membuat peta secara dua metode, yaitu secara konvensional dan digital. Ini menjadi sebuah ironi dalam dunia pendidikan karena kita tidak mampu mengelola aset yang dimilikinya. Belum lagi kalau kita akan mengadakan praktikum SIG dengan menggunakan komputer. Perlu adanya instalasi secara terpadu pada tiap komputer supaya ada daya dukung yang memadai dalam pembelajaran SIG. Seharusnya itu menjadi peluang pekerjaan di masa depan sebagai penunjang dalam pembelajaran geografi. Sehingga guru siap mengadakan pembelajaran tanpa khawatir tidak lengkapnya alat peraga.
Banyak sekali alat peraga yang kini mudah terlihat di mata namun kini tidak lagi dipergunakan. Sebagai contoh seperti globe. Guru seringkali tidak menerangkan kepada siswa apa itu globe dan bagaimana proyeksi peta apa saja yang dipergunakan dalam peraga globe tersebut karena terkendala waktu dan referensi yang tidak lengkap. Alangkah baiknya jika MGMP dijadikan sarana untuk meningkatkan kompetensi guru geografi dalam menggunakan alat peraga yang ada di sekolah.
Baca Juga:Aqua Subang Bantu Perbaikan Jalur Lebaran Istiqomah Kunci Meraih Taqwa
Adanya alat dan tempat penyimpanan khusus yang sudah teregistrasi seharusnya bisa menjadi solusi supaya guru tidak kebingungan ketika mau mengambil alat peraga. Tidak ada acuan yang pasti standar minimal alat peraga yang dibutuhkan guru untuk pembelajaran menyebabkan pemahaman menjadi kabur. Modul ajar harus menerangkan secara jelas apa saja yang dibutuhkan, waktu serta langkah pembelajaran dari awal hingga akhir.
Untuk praktikum di luar juga banyak kendalanya. Selain memakan waktu yang tidak sebentar, perlu juga adanya semacam uang transportasi menuju ke tempat praktikum yang dituju. Sebagai contoh untuk praktikum mengukur rata-rata harian suhu udara pada suatu tempat. Jika kelompok di bagi enam, kita menggunakan Teori Junghuhn yang mengacu pada ketinggian tempat. Pada tiap ketinggian tertentu, tiap kelompok ditempatkan pada lokasi pengukuran suhu yang berbeda-beda. Jika sekolah pada tempat siswa tersebut terletak pada dataran rendah, akan sangat kerepotan baik dari segi waktu dan biaya untuk siswa yang mendapatkan lokasi pengamatan pada ketinggian yang lebih ke atas. Belum kita bicara alat peraga yang dibutuhkan seperti termometer serta langkah pengukuran suhu harian rata-rata tersebut.