Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Wang Wenbin mengatakan bahwa situasi ini akan memperparah kondisi stabilitas Timur Tengah. Diketahui, Dunia Arab itu sedang bergejolak setelah Israel menyerang secara habis-habisan wilayah Gaza, Palestina, yang dipicu serbuan milisi Hamas di wilayah Israel 7 Oktober lalu.
“China mengutuk serangan itu. Keamanan lembaga-lembaga diplomatik tidak dapat dilanggar, dan kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah Suriah harus dihormati,” katanya dikutip AFP.
China sendiri adalah adalah mitra dekat Iran. Negeri Tirai Bambu merupakan mitra dagang terbesar Teheran, serta pembeli utama minyaknya yang saat ini terkena sanksi Barat.
Baca Juga:Ide Resep Kue Lebaran Tanpa Oven yang Praktis dan Menggugah SeleraTanpa Cetakan! Resep Cookies Putri Salju Premium untuk Lebaran 2024
Beijing juga menikmati hubungan dekat dengan Damaskus. Pada bulan September tahun lalu, China menjadi satu-satunya negara di luar Timur Tengah yang dikunjungi Presiden Suriah Presiden Bashar Al-Assad sejak dimulainya perang saudara di negara pimpinannya pada tahun 2011.
Raja SalmanPemerintah Arab Saudi ikut mengomentari situasi yang terjadi di Suriah pasca serangan rudal Israel di Konsulat Iran di Damaskus. Komentar tersebut dilontarkan Kementerian Luar Negeri Saudi.
Dalam pernyataannya, Negeri Raja Salman itu menegaskan kembali posisinya yang menolak serangan Israel itu. Riyadh menyebut serangan Tel Aviv sudah menyalahi aturan kekebalan diplomatik internasional.
“Kementerian menyatakan penolakan tegas Kerajaan Saudi terhadap penargetan fasilitas diplomatik dengan alasan apapun, dan dengan dalih apapun, yang merupakan pelanggaran terhadap hukum diplomatik internasional dan aturan kekebalan diplomatik,” tulis pernyataan itu seperti dikutip media resmi pemerintah, SPA, yang dimuat Asharq Al-Awsat.
Harga MinyakDi sisi lain, sentimen negatif telah mewarnai pasar minyak mentah dunia setelah serangan ini. Harga kontrak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei naik 54 sen, atau 0,65%, menjadi US$ 83,71 (Rp 1,3 juta) per barel.
Selain WTI, kontrak Brent untuk pengiriman Juni bertambah 42 sen, atau 0,48%, menjadi US$ 87,42 (Rp 1,4 juta) per barel.
“Berita ini, jika terkonfirmasi, jelas merupakan peningkatan konflik di Timur Tengah dan kemungkinan akan terus meningkatkan harga minyak dalam jangka pendek,” Leo Mariani, analis Roth MKM, mengatakan kepada kliennya, dikutip CNBC International, kemarin.