PASUNDAN EKSPRES – Tim hukum 02 tanggapi kesaksian Romo Magnis di sidang MK. Franz Magnis-Suseno atau Romo Magnis memberikan keterangan dalam sidang sengket Pilpres di MK pada Selasa, (2/4/2024).
Romo Magnis sendiri dihadirkan sebagai kubu dari Ganjar-Mahfud. Keterangan yang diberikan oleh Romo Magnis mendapatkan tanggapan dari tim hukum 02, yaitu Yusril Ihza Mahendra yang menjadi Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran.
Tim Hukum 02 Tanggapi Kesaksian Romo Magnis
Menurut Yusril, keterangan Romo Magnis dalam sidang sengketa Pilpres 2024 bernada judgemental atau menghakimi.
Baca Juga:Tercium Bau Tidak Sedap, Warga Temukan Mayat tanpa Identitas di SukabumiKuasa Hukum Yosep Hidayah Keberatan Terhadap Dakwaan Jaksa yang Tidak Jelas
“Sangat disayangkan ada beberapa judgement (bahwa) presiden melanggar ini, melanggar ini, kejahatan, yang saya kira tidak dalam posisi seperti itu seorang saksi dihadirkan,” ucap Yusril, dilansir Kompas.com, Rabu (4/3/2024).
Yusril juga mengaku bahwa ia berekspetasi jika Romo Magnis akan memberikan pendapat-pendapat yang bersifat filosofis dan akademis. Tak hanya itu, Yusril juga mengkritik pendapat Romo Magnis yang dianggap tidak tepat dalam membahas persoalan etika di seputar pencalonan Gibran Rakabuming Raka.
Romo Magnis berpendapat bahwa keberhasilan Gibran Rakabuming Raka dalam mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden dipandang sebagai hasil dari tindakan Jokowi yang memanipulasi konstitusi. Hal tersebut tentunya dianggap sebagai tindakan yang jauh dari norma-norma kehidupan yang berlaku.
Pintu pencalonan Gibran terbuka setelah Mahkamah Konstitusi (MK), yang saat itu dipimpin oleh paman Gibran, Anwar Usman, mengeluarkan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah persyaratan usia minimum untuk calon presiden dan calon wakil presiden menjadi lebih longgar.
Yusri mengaku bahwa putusan tersebut memang bermasalah secara etika.
Hal tersebut terbukti dengan pemecatan Anwar oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) karena pelanggaran etika serius. Putusan tersebut kemudian diajukan kembali ke Mahkamah Konstitusi berulang kali.
Selain itu, para komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia juga dinyatakan melanggar etika oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait tindak lanjut terhadap keputusan tersebut.
Menurut Yusril, masalah etika tersebut berkaitan dengan pengertian code of conduct atau kode etik profesi di mana merupakan amanat undang-undang. Yusril menjelaskan jika hal tersebut berbeda dengan etika dalam filsafat moral yang kedudukannya berada lebih tinggi dari hukum, sebagaimana dijelaskan oleh Romo Magnis.