PASUNDAN EKSPRES – Sebuah cuitan di media sosial Twitter baru-baru ini menjadi viral. Cuitan tersebut menceritakan tentang Sekolah Luar Biasa (SLB) yang mendapat bantuan alat belajar untuk tunanetra dari perusahaan Korea Selatan. Namun, saat pihak SLB ingin mengambil barang tersebut di Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), mereka malah ditagih ratusan juta rupiah, ditambah denda gudang per hari.
Kasus ini terjadi sejak tahun 2022 dan belum selesai sampai sekarang. Netizen yang mengeluhkan hal ini pun menyayangkan kejadian ini mengingat kegunaan alat bantu tersebut menjadi tidak termanfaatkan.
Kronologi Kejadian, Barang dikirim dari OHFA Tech Korea Selatan pada tanggal 16 Desember 2022.Tiba di Indonesia pada tanggal 18 Desember 2022, namun tertahan di Bea Cukai.Bea Cukai membutuhkan dokumen tambahan untuk pemrosesan barang dan penetapan harga.Pihak SLB sudah mengirimkan dokumen yang dibutuhkan, namun barang tersebut merupakan prototipe dan hibah sehingga tidak ada harganya.Bea Cukai menetapkan nilai barang sebesar Rp 361.039.239 dan meminta pembayaran pajak.Pihak SLB tidak setuju dengan pembayaran pajak tersebut karena barang tersebut merupakan hibah.Barang dipindahkan ke tempat penimbunan Pabean dan pihak SLB masih belum mengetahui kelanjutannya.Tanggapan Bea Cukai:
Baca Juga:Tekanan Bertubi-tubi Menimpa Apple, iPhone Terancam Diblokir di Militer Korea SelatanGaruda Muda Melaju ke Semifinal Piala Asia U-23 2024 Lewat Drama Adu Penalti!
Bea Cukai Soekarno-Hatta telah menanggapi cuitan netizen tersebut dan menyatakan akan menindaklanjuti kasus ini. Mereka meminta netizen untuk mengirim informasi resi/AWB melalui DM untuk proses penelusuran lebih lanjut.
Masalah yang Dihadapi, Persyaratan dokumen yang rumit dan tidak sesuai dengan kondisi barang hibah.Penetapan nilai barang yang tinggi oleh Bea Cukai.Kurangnya komunikasi dan koordinasi antara Bea Cukai dan pihak SLB.
Dampak Alat bantu belajar untuk tunanetra tidak dapat digunakan oleh siswa SLB.Pihak SLB terbebani dengan biaya yang besar.Kasus ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan beberapa pertanyaan:
Apakah Bea Cukai memiliki standar yang jelas untuk barang hibah?Apakah Bea Cukai sensitif terhadap kebutuhan penyandang disabilitas?Bagaimana cara agar proses pengurusan barang hibah di Bea Cukai menjadi lebih mudah dan transparan?Kasus ini diharapkan dapat segera diselesaikan dengan adil dan transparan. Penting bagi Bea Cukai untuk lebih memahami situasi dan kebutuhan penyandang disabilitas, serta mempermudah proses pengurusan barang hibah agar bantuan dapat diterima oleh yang berhak dengan cepat dan efisien.