PASUNDAN EKSPRES – Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), Andi Nur Alam Syah, mengungkapkan bahwa mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), pernah meminta dibelikan mikrofon (mic) senilai Rp 25 juta. Pernyataan ini disampaikan Andi saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi yang menjerat SYL, dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin, 20 Mei 2024, Jaksa KPK membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Andi Nur Alam yang diambil saat penyidikan. “Di sini saksi menyebut ada permintaan mic. Ingat, Saksi?” tanya Jaksa. Menjawab pertanyaan ini, Andi mengonfirmasi bahwa permintaan tersebut disampaikan oleh SYL melalui pesan singkat WhatsApp (WA). Setelah mikrofon dibeli, barang tersebut diantarkan ke rumah SYL di Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan.
“Pak Menteri menyampaikan ke saya bahwa harganya sekitar Rp 25 juta, kita belikan dan kita sampaikan ke Wichan,” ujar Andi. Ia menambahkan bahwa permintaan ini disampaikan langsung oleh SYL melalui chat. “Melalui chat ya?” tanya Jaksa. “Chat,” jawab Andi. “Pak Menteri bilang ‘Saya pinjam, Dek’,” tambah Andi, menirukan isi pesan tersebut.
Baca Juga:Sidang Korupsi Eks Menteri Pertanian: Tarif Honorarium Syahrul Yasin Limpo DiungkapDurian Musang King Berharga Puluhan Juta untuk Mantan Menteri Pertanian! Kesaksian di Pengadilan Tipikor
Jaksa kemudian bertanya apakah uang untuk mikrofon tersebut sudah dikembalikan. “Sampai saat ini uangnya sudah dibayarkan?” tanya Jaksa. “Belum,” jawab Andi.
Kasus ini menjadi sorotan karena dugaan pemerasan yang dilakukan SYL, di mana ia diduga menerima uang sebesar Rp 44,5 miliar dari hasil pemerasan terhadap anak buah dan direktorat di Kementan untuk kepentingan pribadi dan keluarganya. Pemerasan ini diduga dilakukan SYL dengan melibatkan beberapa pejabat tinggi lainnya, termasuk eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta; eks Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono; Staf Khusus Bidang Kebijakan, Imam Mujahidin Fahmid; dan Ajudannya, Panji Harjanto.
Dalam konteks yang lebih luas, kasus ini menambah daftar panjang dugaan korupsi yang melibatkan pejabat tinggi di Indonesia. Praktik korupsi di sektor publik terus menjadi tantangan besar bagi negara ini, yang berupaya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di berbagai lembaga pemerintahan. Langkah-langkah pencegahan dan penindakan oleh KPK menjadi sangat penting untuk memberantas korupsi yang telah merusak kepercayaan publik terhadap institusi negara.