SUBANG- Seni bela diri Tarung Derajat, sebuah warisan budaya asli Indonesia, telah lama menjadi bagian integral dari dunia olahraga dan seni bela diri di Tanah Air. Di Subang, Satlat Tambakan adalah salah satu pusat latihan yang aktif mempromosikan dan mengembangkan seni bela diri ini.
Asisten Pelatih Tarung Derajat Satlat Tambakan, Didi, berbagi kisah inspiratif tentang bagaimana ia pertama kali mengenal Tarung Derajat, perjalanan pelatihannya, serta visi dan misi untuk masa depan.
Ketertarikan Didi pada Tarung Derajat berawal dari tahun 1980 ketika ia melihat sebuah pertandingan di TVRI.
Baca Juga:Aksi Peduli Palestina oleh Yayasan Harapan Umat karawangMeriah MAN 1 Subang Gelar Hari Lahir ke-44 Sekaligus Panen Raya P5 'Kewirausahaan'
“Pertandingan itu keras, sedangkan saya dulu basicnya adalah silat, semua saudara silat. Tahun 1980 lihat di TV begitu kerasnya, saya pengen seperti itu,” kenangnya. Namun, baru pada tahun 1991, Didi mulai berlatih secara serius di Subang, tepatnya di Soklat Wisma PGRI.
Didi menjelaskan bahwa keunikan Tarung Derajat terletak pada asal usul dan penciptanya, Achmad Derajat.
“Bela diri kita ini asli Indonesia. Sang penciptanya, Achmad Derajat, dulu kecil dan pendek, sering disiksa di Tegal Lega karena tubuhnya yang kecil. Akhirnya dia berpikir bagaimana caranya bisa bertahan, singkat cerita, jadilah namanya Tarung Derajat tahun 1970-an,” ujarnya.
Achmad Derajat menggunakan kemampuan bela dirinya untuk melawan mereka yang sering mengganggunya. Keberhasilannya dalam menguasai seni bela diri ini membuatnya dihormati dan diakui, bahkan menjadi pemimpin bagi mereka yang dulu membully-nya.
Didi memiliki banyak pengalaman dalam melatih Tarung Derajat. Ia pernah melatih di berbagai tempat seperti 312 Kala Hitam Pasas, di Stempert, dan di SMA 3 Subang. Menurutnya, keunggulan Tarung Derajat adalah fokus pada pertarungan fisik yang langsung, yang memberikan kekuatan unik bagi para praktisinya.
“Bela diri ini langsung tarung ke fisik karena fisiknya yang luar biasa mungkin itu kekuatannya,” jelasnya.
Namun, Didi juga menghadapi tantangan, terutama dalam mengubah persepsi orang tua tentang kerasnya Tarung Derajat.
Baca Juga:Gelaran Internasional KTT WWF Ke-10 di Bali Selesai, PLN Sukses Kawal Kelistrikan Tanpa KedipPercepatan Swasembada Gula, PTPN Tanam Pertama Kebun Benih Induk di Subang
“Orang tua suka lihat di TV, Facebook, Tiktok, ya lihat orang tarungnya seperti keras itu. Kebanyakan bilang jangan, jangan, karena itu bela diri keras. Mereka berpikir kalau mau rusak boleh. Tantangannya itu sih sebenarnya,” ungkapnya.