SUBANG – Makanan tradisional memiliki peran penting dalam mencerminkan identitas budaya suatu daerah. Salah satu contohnya adalah Papais Cisaat, sebuah kuliner khas dari Desa Cisaat, Subang, yang memiliki sejarah panjang dan keunikan tersendiri.
Sekretaris Desa Cisaat, Aep Sutarya, berbagi kisah tentang asal-usul Papais Cisaat yang telah menjadi bagian integral dari warisan budaya daerah tersebut.
Menurut Aep Sutarya, Papais Cisaat telah ada sejak beberapa ratus tahun yang lalu. Awalnya, Papais bukanlah sebuah makanan yang dikenal secara luas, melainkan hasil dari pengolahan bahan-bahan yang terkumpul melalui iuran masyarakat untuk acara hajatan desa.
Baca Juga:KSOP Kelas II Patimban Sosialisasi Pas Kecil dan Pengukuran Kapal Tahun Anggaran 2024Pendapatan PLN Tumbuh Signifikan Mencapai Rp487 Triliun, Ditopang Peningkatan Penjualan Tenaga Listrik
“Sebetulnya papais ini makanan khas Cisaat yang dari beberapa ratus tahun ke belakang sudah ada. Jadi awalnya bukan papais, tapi ini mah panganan-panganan biasa,” ujar Aep.
Pada masa itu, di Desa Cisaat sering diadakan acara hajatan lembur yang disebut ngaruwat, di mana masyarakat berkumpul dan memberikan iuran berupa bahan makanan seperti padi, singkong, dan umbi-umbian. Bahan-bahan ini kemudian diolah menjadi makanan untuk acara tersebut. Salah satu olahan yang terkenal pada waktu itu adalah dodol, yang bahan utamanya adalah ketan.
Cerita tentang Papais Cisaat dimulai dari sebuah kesalahan dalam proses pembuatan dodol.
“Sewaktu-waktu karena memang bahannya dapat iuran ada padi ketan dan ada padi biasa ketika mau bikin dodol ternyata yang di tumbuk bukan ketan sebetulnya tapi ini malah padi biasa,” cerita Aep.
Akibatnya, adonan dodol yang dibuat gagal, tetapi masyarakat tidak ingin membuang bahan yang sudah diolah. Mereka pun memutuskan untuk membungkus adonan tersebut dengan daun bambang dan mengukusnya kembali.
Pada hari H acara hajatan, makanan tersebut disuguhkan kepada tamu undangan yang terdiri dari para demang dan dalem.
“Dulu acara tersebut suka ngundang para dalem, kalau sekarang mah bupati, para camat. Nah, kalau dulu para demang, para dalem dan yang lain sebagainya,” jelas Aep.
Baca Juga:Persikas Kehilangan Tiga Poin di Pertandingan Pertama Di Babak 8 Besar Penemuan Mayat Membusuk di Pinggir Sungai Ciasem Bobojong Mengejutkan Warga Desa Tanjungsari Barat
Tamu-tamu tersebut menikmati makanan yang kemudian diberi nama Papais. Nama tersebut berasal dari kata “papaesan” yang berarti menghias atau memperindah hidangan.