PASUNDAN EKSPRES – Pengacara mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), telah mengajukan permintaan kepada sejumlah tokoh penting untuk menjadi saksi yang meringankan dalam kasus yang menjerat kliennya. Permintaan ini ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, serta mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
“Kami telah mengirimkan surat resmi kepada Bapak Presiden, Bapak Wakil Presiden, Menko Perekonomian, dan Pak Jusuf Kalla. Mereka semua mengenal baik Pak SYL,” ujar Djamaludin Koedoeboen, pengacara SYL, di gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (7/6/2024). Djamaludin menjelaskan bahwa para tokoh tersebut mengetahui kinerja SYL selama menjabat sebagai menteri, dan kesaksian mereka sangat diperlukan.
“Permasalahan ini muncul pada masa pandemi COVID-19, di mana ada diskresi dari Presiden maupun menteri terkait situasi tertentu. Kami berharap Bapak Presiden dapat memberikan keterangan, mengingat Pak SYL adalah salah satu pembantu beliau dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Baca Juga:Misi Besar Gudfan Arif dalam Mengelola Konsesi Tambang PBNUTawaran Tambang Jokowi Ditolak: Muhammadiyah dan KWI Tetap Fokus pada Misi Keagamaan
Djamaludin mengungkapkan bahwa hingga kini belum ada balasan dari pihak yang diminta menjadi saksi. Namun, pihaknya telah menyiapkan alternatif lain jika Jokowi, Ma’ruf, Airlangga, dan JK tidak dapat memberikan kesaksian.
“Kami sudah memiliki rencana lain jika Bapak Presiden atau lainnya berhalangan karena kesibukan negara,” tambahnya.
SYL didakwa atas tuduhan pemerasan dan penerimaan gratifikasi senilai Rp 44,5 miliar. Tuduhan tersebut melibatkan dua mantan anak buahnya, yaitu Sekjen Kementan nonaktif Kasdi Subagyono dan Direktur Kementan nonaktif M. Hatta, yang diadili dalam berkas perkara terpisah.
Pejabat Kementan yang menjadi saksi dalam persidangan mengungkapkan bahwa mereka harus mengumpulkan dana untuk memenuhi berbagai kebutuhan pribadi SYL. Kebutuhan tersebut termasuk sewa jet pribadi, perjalanan umrah, perjalanan ke Brasil dan Amerika Serikat, sapi kurban, serta produk perawatan kulit untuk anak dan cucu SYL.
Selain itu, pejabat Kementan juga diduga membuat perjalanan dinas fiktif untuk mencairkan dana yang kemudian digunakan untuk memenuhi permintaan SYL. Kasus ini menunjukkan bagaimana dana publik disalahgunakan untuk keperluan pribadi para pejabat, yang menambah kompleksitas dalam penyelidikan korupsi di Kementerian Pertanian.