PASUNDAN EKSPRES – Perkembangan cashless society di Indonesia semakin pesat. Masyarakat kini semakin terbiasa bertransaksi digital tanpa uang tunai. Transaksi digital ini dilakukan melalui berbagai metode, seperti kartu debit, kartu kredit, e-wallet, QR code, dan perangkat lain yang terhubung dengan internet.
Di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Bali, banyak toko dan restoran yang sudah tidak lagi menerima pembayaran tunai. Hal ini menunjukkan pergeseran besar dalam kebiasaan bertransaksi masyarakat.
Studi Visa menunjukkan bahwa 63% konsumen Indonesia membawa lebih sedikit uang tunai dibandingkan dengan beberapa tahun lalu. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin terbiasa dan nyaman dengan transaksi digital.
Pandemi Covid-19 Mempercepat Adopsi Cashless Society
Baca Juga:Harga Emas Antam Melonjak Rp 16.000, Investor Jangka Pendek Perlu Waspada!Harga Emas Antam dan UBS di Pegadaian Hari Ini, Kamis (20/6/2024) Kompak Mengalami Kenaikan
Pandemi Covid-19 turut mempercepat adopsi cashless society di Indonesia. Adanya kebijakan menjaga jarak aman dan kemudahan penggunaan QRIS (Quick Response Indonesian Standard) mendorong masyarakat untuk beralih ke pembayaran digital.
QRIS menjadi primadona baru dalam transaksi digital. Bank Indonesia (BI) mencatat transaksi QRIS pada April 2024 tumbuh 175,44% secara tahunan. Jumlah pengguna QRIS mencapai 48,12 juta dan jumlah merchant 31,61 juta, dengan mayoritas adalah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah).
Di sisi lain, nilai transaksi uang elektronik (UE) juga mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu 41,70 persen (yoy) menjadi Rp253,39 triliun pada April 2024.
Kebijakan Wajib Nontunai dan Tanggapan Masyarakat
Seiring dengan pesatnya perkembangan cashless society, banyak cafe, restoran, dan toko ritel mulai menerapkan kebijakan wajib nontunai. Hal ini bertujuan untuk mendorong masyarakat agar beralih ke pembayaran digital dan meminimalisir penggunaan uang tunai.
Salah satu contohnya adalah Imo Effendi, seorang make up artist, yang mendukung gerakan cashless society. Namun, dia masih harus mengambil uang tunai untuk bertransaksi dengan pedagang kaki lima dan pasar tradisional.
Di sisi lain, ayah Imo yang berjualan buah mengalami kesulitan karena pelanggannya tidak terbiasa dengan QRIS. Akibatnya, dia terpaksa melakukan transfer antar bank dengan biaya tambahan.
Tantangan Cashless Society di Indonesia
Meskipun cashless society di Indonesia berkembang pesat, masih ada beberapa tantangan yang perlu diatasi. Tantangan utama adalah edukasi bagi masyarakat yang belum terbiasa dengan teknologi digital. Selain itu, infrastruktur yang belum merata di seluruh daerah juga menjadi kendala dalam penerapan cashless society.