PASUNDAN EKSPRES – Fenomena suhu dingin yang melanda beberapa wilayah di Indonesia, termasuk Bandung, Yogyakarta, dan Jawa Timur, dalam beberapa waktu terakhir, menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Muncul anggapan bahwa fenomena ini berkaitan dengan Aphelion, yaitu peristiwa ketika Bumi berada di titik terjauh dari Matahari.
Namun, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan bahwa suhu dingin tersebut tidak terkait dengan Aphelion.
Deputi Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa fenomena ini merupakan hal yang wajar terjadi setiap tahun, terutama saat musim kemarau. Fenomena ini di Jawa sering disebut dengan istilah “mbedhidhing”.
Baca Juga:Harga Emas Dunia Dibuka Melemah Di Atas US$2.400, Investor Cermati Pernyataan Pejabat The FedHarga Emas Antam Naik Rp 4.000, Investor Jangka Panjang Tetap Untung!
Penyebab utama suhu dingin ini adalah Angin Monsun Australia. Angin kering ini bertiup dari Australia menuju Asia, melewati wilayah Indonesia dan Samudera Hindia.
Samudera Hindia memiliki suhu permukaan laut yang relatif dingin, sehingga saat Angin Monsun Australia melintas di atasnya, angin tersebut membawa udara dingin ke wilayah Indonesia.
“Apalagi pada malam hari, di saat suhu mencapai titik minimumnya,” ujar Guswanto.
Fenomena suhu dingin ini diperkirakan akan terus berlangsung hingga puncak musim kemarau di bulan Juli-Agustus 2024.
Beberapa wilayah yang diprediksi akan merasakan suhu lebih dingin, antara lain
Pulau Jawa: Pegunungan Bromo (Bromo, Tengger, Semeru), Pegunungan Sindoro-Sumbing (Wonosobo, Temanggung), Lembang-Bandung.Bali dan Nusa TenggaraBMKG memprediksi fenomena ini bisa berlangsung hingga September 2024.
Meskipun bukan disebabkan oleh Aphelion, masyarakat diimbau untuk tetap waspada terhadap potensi perubahan cuaca, terutama pada malam hari. Gunakan pakaian hangat dan jaga kesehatan untuk mencegah penyakit yang bisa timbul akibat udara dingin.