PASUNDAN EKSPRES – Dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia, akreditasi menjadi salah satu indikator utama yang mencerminkan kualitas sebuah perguruan tinggi. Namun, di tengah tuntutan untuk meningkatkan mutu, terdapat 84 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang kini menghadapi ancaman serius: pencabutan izin operasional. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) mencatat bahwa kampus-kampus ini tersebar di berbagai daerah di Indonesia, dengan konsentrasi tertinggi berada di Jawa Barat dan Jakarta.
Prof. Ari Purbayanto, anggota Dewan Eksekutif BAN PT, mengungkapkan bahwa pemerintah akan mengambil langkah tegas dengan mencabut izin PTS yang tidak mengurus akreditasi. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menjaga standar pendidikan di Indonesia tetap tinggi. “Pemerintah akan memfasilitasi mahasiswa yang terdampak untuk dipindahkan ke perguruan tinggi lainnya,” kata Prof. Ari dalam sebuah acara di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Namun, tidak semua daerah menghadapi ancaman yang sama. Prof. Ari memastikan bahwa di DIY, tidak ada kampus yang terancam ditutup. “Yogyakarta menjadi contoh terbaik dengan tidak adanya PTS yang terancam, semua aman,” jelasnya.
Baca Juga:Mengintip Kekayaan Keluarga Salim, Pemilik Indomaret dan IndofoodSamsat Gencar Tagih Pajak Kendaraan, Dari Rumah ke Rumah Hingga Aplikasi Signal!
Berdasarkan data BAN PT, ada 252 perguruan tinggi yang belum melakukan proses pengajuan akreditasi. Dari jumlah tersebut, 155 perguruan tinggi telah berkomitmen untuk mengikuti akselerasi akreditasi di Jakarta pada 12-13 Agustus. Namun, masih ada sekitar 84 PTS yang dalam status kritis, dengan pengelolaan yang tidak jelas dan kekurangan dosen, sehingga sulit untuk melanjutkan operasionalnya.
Dalam konteks ini, kualitas pendidikan tinggi di Indonesia kembali menjadi sorotan. Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah V, Prof. Setyabudi Indartono, mengakui bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk meningkatkan mutu PTS di Indonesia. Dari 100 PTS yang ada di Wilayah V, hanya 7 yang berstatus unggul, dan dari 740 program studi, hanya 131 yang telah terakreditasi unggul.
Meskipun tantangan yang dihadapi cukup besar, Wilayah V memiliki potensi yang menjanjikan dengan jumlah dosen mencapai 7.999 orang, termasuk 209 Guru Besar dan 1.900 doktor. Prof. Setyabudi berharap strategi leapfrogging yang diterapkan dapat membantu meningkatkan kualitas dan akreditasi PTS di masa depan, sehingga lebih banyak program studi yang dapat mencapai status unggul.