Fenomena ini bukanlah hal baru dan tidak seharusnya dianggap sebagai tanda bahwa gempa besar akan segera terjadi. Sebaliknya, hal ini harus menjadi momentum untuk memperkuat kesadaran akan pentingnya mitigasi bencana. Daryono juga menyinggung gempa berkekuatan 7,1 magnitudo yang baru-baru ini melanda Jepang sebagai pengingat akan potensi bahaya yang serupa di Indonesia. Gempa di Jepang berpusat di Tunjaman Nankai, sebuah zona megathrust yang terakhir kali mengalami gempa besar pada tahun 1946. Jika dibandingkan, gempa besar di Mentawai-Siberut terakhir terjadi pada tahun 1797, sehingga jarak waktu yang panjang ini menunjukkan betapa mendesaknya upaya mitigasi yang lebih serius di Indonesia.
Mitigasi Dini: Langkah Penting Menghadapi Megathrust
Mengingat potensi bencana yang besar ini, BMKG mengajak masyarakat dan pemerintah untuk mulai mempersiapkan upaya mitigasi sejak dini. Langkah-langkah mitigasi seperti pembangunan infrastruktur tahan gempa, pendidikan dan pelatihan kebencanaan, serta penyebaran informasi yang akurat dan tepat waktu menjadi sangat krusial.
Selain itu, BMKG juga mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan melanjutkan aktivitas sehari-hari sembari terus memantau informasi resmi mengenai gempa bumi dan tsunami yang disampaikan oleh BMKG. Sikap yang tenang namun waspada akan sangat membantu dalam menghadapi situasi darurat yang mungkin terjadi.
Baca Juga:Mengapa Patung Garuda di IKN Mendapatkan Reaksi Negatif dari Publik?PDIP dan PKB Jalin Koalisi untuk Pilgub Jabar 2024 Usung Ono Surono dan Acep Adang!Â
Pada akhirnya, potensi megathrust ini menjadi pengingat bagi kita semua akan pentingnya kesadaran dan kesiapan dalam menghadapi bencana alam. Dengan kesiapan yang baik, diharapkan dampak dari gempa megathrust ini bisa diminimalisir, sehingga keselamatan dan kesejahteraan masyarakat tetap terjaga.