PASUNDAN EKSPRES – Patung Garuda yang direncanakan sebagai salah satu landmark utama di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara tampaknya tidak berhasil memenuhi harapan. Alih-alih menjadi simbol kebanggaan yang diidamkan, karya yang awalnya diharapkan sebagai kado istimewa untuk peringatan 79 tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 2024 ini justru menuai banyak kritik. Seniman yang merancang patung tersebut, NN, menghadapi banyak cemoohan setelah desain patungnya yang sudah terlihat bentuk akhirnya mendapat reaksi negatif dari masyarakat.
Alih-alih mendapatkan apresiasi atau pujian, komentar-komentar yang muncul di berbagai platform media sosial justru berisi sindiran tajam. Banyak yang mencemooh hasil karya tersebut, menyebutnya dengan julukan-julukan seperti “Istana Kelelawar,” “Rumah Kampret,” bahkan ada yang menyebutnya sebagai “Tempat tinggal Voldemort”—tokoh penyihir jahat dalam seri Harry Potter karya J.K. Rowling. Patung yang dimaksud dianggap jauh dari kesan megah atau agung, tetapi justru terkesan muram dan gelap, sehingga mengundang julukan seperti “Istana Setan/Iblis.”
NN pun berusaha memberikan klarifikasi melalui berbagai media, tetapi bukannya memperbaiki situasi, klarifikasinya justru memicu lebih banyak kontroversi. Dalam beberapa pernyataannya, ia menuding masyarakat yang tidak memahami seni dan teknologi sebagai penyebab ketidakpuasan publik. NN bahkan membandingkan dirinya dengan seniman-seniman besar seperti Rembrandt, Vincent van Gogh, dan Affandi, yang karyanya sempat tidak dihargai pada awalnya tetapi kini menjadi karya yang sangat bernilai.
Baca Juga:PDIP dan PKB Jalin Koalisi untuk Pilgub Jabar 2024 Usung Ono Surono dan Acep Adang! Apakah Benar Piramida Djoser Terbuat Dari Air? Simak Penemuan Baru yanga Akan Mengejutkanmu!
Pandangan ini justru menimbulkan keprihatinan terhadap NN. Beberapa pihak menganggap sikapnya menunjukkan tanda-tanda megalomania, seperti yang pernah disampaikan oleh Dr. Reni Suwarso, dosen Universitas Indonesia, dan Prof. Dr. HM Amin Rais dari Universitas Gadjah Mada, terhadap individu lain yang juga menunjukkan gejala serupa.
Banyak yang mempertanyakan sikap NN yang seolah-olah menyalahkan masyarakat secara luas. Jika hanya sedikit orang yang tidak menyukai karyanya, mungkin saja ada ruang untuk berargumen bahwa masyarakat kurang memahami seni. Namun, ketika mayoritas masyarakat menunjukkan ketidakpuasan, ada baiknya jika NN melakukan introspeksi. Pandangan kritis terhadap karyanya juga datang dari berbagai asosiasi arsitek seperti Asosiasi Profesi Arsitek Indonesia, Green Building Council Indonesia (GBCI), Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia (IARKI), Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia (IALI), dan Ikatan Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota (IAP).