PASUNDAN EKSPRES – Di era digital saat ini, transaksi cashless atau non-tunai semakin merajai pasar Indonesia. Tren ini mendorong banyak merchant dan warung untuk menolak pembayaran dengan uang tunai, mengklaim bahwa metode tersebut lebih praktis dan aman. Namun, langkah ini menimbulkan pertanyaan penting: Apakah merchant benar-benar diperbolehkan menolak uang tunai?
Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa merchant dilarang untuk menolak pembayaran yang menggunakan uang tunai atau koin dari pembeli. Pihak BI menyoroti adanya fenomena sejumlah pedagang yang hanya menerima pembayaran melalui QRIS atau metode pembayaran digital lainnya. Menurut Deputi Gubernur BI, Doni Primanto Joewono, “Kita kembali ulang bahwa Pasal 23 Undang-undang Mata Uang, itu jelas menyatakan bahwa setiap orang dilarang menolak untuk menerima rupiah sebagai alat pembayaran di wilayah NKRI.”
Kebijakan ini menjadi sangat krusial, mengingat pedagang tidak seharusnya hanya menawarkan opsi pembayaran digital kepada pelanggan. Sebab, ketentuan di Pasal 23 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang melarang praktik yang membatasi jenis pembayaran. Doni menegaskan, “Sehingga kami tetap dorong, kita wajib menerima uang rupiah dalam bentuk fisik. Sekali lagi saya tegaskan, kita harap semua merchant tetap menerima uang tunai.”
Baca Juga:FGS Global, Penipuan Terselubung? Begini Cara Kerjanya!Inilah 3 Altcoin Bulan Oktober yang Siap Melesat di Tengah Pasar Kripto yang Volatil
Tak hanya itu, BI hingga saat ini terus mencetak uang rupiah dalam bentuk fisik, baik kertas maupun logam. Data terbaru menunjukkan bahwa total Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) telah meningkat sebesar 9,96% (year on year), mencapai Rp 1.057,4 triliun. “Jadi kita tetap cetak uang kartal dan masih tumbuh. Maka, supaya bisa membantu kita, merchant diwajibkan menerima uang cash,” tambahnya.
Di sisi lain, Marlison Hakim, Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia, menjelaskan bahwa masyarakat wajib menggunakan rupiah sebagai alat transaksi. Uang rupiah sendiri terbagi menjadi tiga kategori: kartal (uang tunai), uang elektronik, dan uang digital. “Uang digital kan sedang dalam proses. Uang elektronik yang tadi non-tunai. Sehingga itu hanya masalah caranya saja,” ungkap Marlison.
Meski demikian, BI tetap mendorong penggunaan pembayaran non-tunai. Selain memberikan efisiensi ekonomi, metode ini juga berfungsi sebagai langkah preventif terhadap pemalsuan uang. Minat masyarakat terhadap transaksi non-tunai terus meningkat, meskipun pertumbuhannya berjalan lambat. Hal ini wajar mengingat Indonesia memiliki demografi yang beragam, serta kondisi geografis sebagai negara kepulauan yang menyebabkan akses teknologi belum merata.