PASUNDAN EKSPRES – Baru-baru ini, media sosial ramai memperbincangkan perubahan penting terkait bukti kepemilikan tanah tradisional di Indonesia. Berdasarkan informasi yang beredar, sejumlah dokumen tradisional seperti Letter C, Petuk D, Girik, Pipil, Kekitir, dan Verponding Indonesia tidak lagi akan diakui sebagai bukti sah kepemilikan tanah mulai tahun 2026. Perubahan ini sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Permen ATR/BPN) Nomor 16 Tahun 2021.
Menanggapi kabar ini, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok memberikan klarifikasi dan penjelasan terkait peran dokumen tanah tradisional di masa mendatang. Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran BPN Kota Depok, Dindin Saripudin, menjelaskan bahwa meskipun dokumen tanah adat tersebut tidak akan lagi berfungsi sebagai bukti kepemilikan, mereka tetap bisa digunakan sebagai petunjuk dalam proses pendaftaran tanah.
Dindin menekankan bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021, disebutkan bahwa dokumen tanah adat, seperti Letter C dan Girik, hanya berperan sebagai alat bantu dalam proses pendaftaran, namun tidak diakui sebagai bukti hak kepemilikan yang sah. “Bukti tanah adat hanya berfungsi sebagai petunjuk dalam proses pendaftaran tanah, tidak sebagai bukti kepemilikan,” ujar Dindin, dikutip dari laman resmi Pemerintah Kota Depok pada Jumat (25/10/2024).
Baca Juga:Anti Gangguan! Cara Terbaru WhatsApp untuk Blokir Pesan dari Nomor AsingKeliling Bandung Makin Mudah! Yuk, Kenali Perbedaan Trans Metro Bandung dan Trans Metro Pasundan
Lebih lanjut, Dindin menjelaskan bahwa masyarakat yang masih memiliki dokumen tanah adat tersebut dapat mendaftarkan tanahnya melalui mekanisme pengakuan hak, dengan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi.
Di sisi lain, Kepala BPN Kota Depok, Indra Gunawan, mengimbau masyarakat untuk segera meningkatkan status kepemilikan tanahnya menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM). Menurutnya, peningkatan status kepemilikan menjadi SHM akan memberikan perlindungan yang lebih kuat terhadap aset tanah dari potensi ancaman mafia tanah. “Segera tingkatkan status tanah ke SHM untuk melindungi aset dari mafia tanah,” tuturnya.
Indra juga menjelaskan bahwa Sertifikat Hak Milik telah diakui sebagai bukti sah kepemilikan tanah di Indonesia sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria. Selain itu, pemerintah terus memperkuat regulasi kepemilikan tanah dengan mengeluarkan berbagai aturan pendukung lainnya.