Yanuar Prihatin menjawab, tentunya memajukan kesenian Angklung itu tidak lantas melupakan yang lainnya. Menurutnya, seperti “ansamble” maka semua bidang kesenian harus mendapatkan porsinya yang baik. “Karena saya juga jika menjadi Bupati Kuningan, bukan sekadar kesenian yang harus diurus. Akan tetapi, paling seperti konduktor dalam pertunjukan musik saja, sebatas mengarahkan. Tentunya, para pelaku kesenian angklung yang akan lebih aktif melaksanakannya.”
Menurutnya, berdasar pengalaman kunjungan kerjanya sebagai Anggota DPR RI yang sering melakukan lawatan luar negeri. Yanuar Prihatin sering melihat pertunjukan angklung di Eropa. Lantas, dirinya bercita-cita membangun sebuah ruang pementasan atau panggung pertunjukan, yang dapat diisi oleh musik komtemporer (perpaduan alat musik tradisional dan modern), bisa pula dipadukan dengan koreo seni tari hingga teater. “Ibarat pegelaran wayang, itu kan merupakan cangkokan dari berbagai unsur seni. Ada karawitan, teater, seni rupa, hingga instrument modern pada masa sekarang. Kita ingin rutin menggelar event Festival Angklung bertaraf internasional seperti Yogyakarta Gamelan Festival (YGF) yang digagas maestro Alm. Sapto Rahardjo. Atau juga seperti arena pementasan Tari Kecak di Bali yang sangat menarik wisatawan asing,” terangnya.
“Diperkuat dengan membuat kerjasama secara kolaborasi lintas sektoral, hingga menggelorakan semangat mengharmonikan angklung di setiap desa/kelurahan dan juga sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Kuningan. Membangun Museum Angklung di rumah peninggalan Abah Kucit sang pencipta alat musik angklung di Desa Citangtu, Kecamatan Kuningan. Ditambah promosi dan pemasarannya secara maksimal,” sambung Yanuar.
Baca Juga:IMM Subang Ingatkan Calon Pemimpin Daerah untuk Fokus Pada Isu PrioritasPanwaslu Cikaum Sampaikan Saran Perbaikan Puluhan Data Pemilih TMSÂ
Di akhir acara, sebelum Yanuar Prihatin beranjak pergi, Erix Exvrayanto sebagai wartawan sempat melakukan “doorstop” mempertegas kembali ihwal yang ditanyakan Ence Bagus tentang peran aktif Dewan Kebudayaan.
Erix mengaspirasikan dengan menukil filsafat seni konsep apollonian dan dionysian. Memberikan masukan, agar jangan sekadar pegiat kesenian yang mau diatur pemerintah saja yang dihidupi. Akan tetapi, para seniman yang karya-karyanya bernuansa satire kontrol sosial penuh muatan kritik, pun para kritikus seni harus pula mendapat perhatian. “Paling tidak Dewan Kebudayaan di Kabupaten Kuningan, struktur organisasinya diisi oleh kalangan dionysian, yang bisa berfungsi sebagai pengawas,” pungkasnya.(rls)