SUBANG – Seorang siswa SD di Subang, Jawa Barat, berinisial AR (9), meninggal dunia setelah enam hari menjalani perawatan intensif di ruang ICU RSUD Ciereng Subang. AR diduga menjadi korban perundungan yang melibatkan tiga kakak kelasnya. Insiden ini terjadi saat jam istirahat di sekolahnya, SDN Jayamukti, Kecamatan Blanakan. Kasus ini tidak hanya mengguncang keluarga korban tetapi juga mengundang perhatian luas terkait bahaya bullying di lingkungan pendidikan.
Kronologi Kekerasan, Dari Perundungan ke Cedera Serius
Berdasarkan keterangan keluarga, AR menjadi korban pemalakan dan kekerasan fisik yang dilakukan oleh tiga kakak kelasnya, berinisial M, D, dan O, dari kelas 4 dan 5. “Kejadiannya pas jam istirahat sekolah. AR dipalak oleh ketiga kakak kelasnya tersebut, namun AR tak mau memberikan uang yang diminta hingga akhirnya dipukuli,” ungkap Sarti, anggota keluarga korban, Jumat (22/11/2024).
Tidak hanya di sekolah, AR juga diduga sering mengalami kekerasan di tempat mengaji. Setelah insiden tersebut, korban mengeluhkan sakit kepala parah disertai muntah-muntah, indikasi awal adanya cedera serius.
Respon Sekolah, Dugaan Perundungan Terlambat Diketahui
Baca Juga:Bitcoin Gagah Perkasa, Altcoin Menunggu AltSeason di Mulai! Analisis Terkini 26 November 2024!Solana dan Polkadot Memimpin Reli Altcoin di Pasar Kripto Hari Ini!
Kepala SDN Jayamukti, Kasim, menyatakan bahwa pihak sekolah tidak menerima laporan langsung mengenai perundungan ini. “Kejadiannya sudah sekitar semingguan lalu. AR sempat masuk sekolah, tapi tidak menunjukkan gejala apa pun. Ketika di-bully pun tidak ada laporan yang masuk ke pihak sekolah,” kata Kasim.
Ia juga menambahkan bahwa dugaan kekerasan tersebut kemungkinan terjadi di luar lingkungan sekolah. “Kalau kejadiannya di dalam sekolah, biasanya ada anak yang melapor. Ini tidak ada laporan sama sekali,” jelasnya.
Kondisi Medis, Cedera Berat di Otak Akibat Benturan
Wakil Direktur Pelayanan Medik RSUD Subang, dr. Syamsu Riza, menjelaskan bahwa kondisi AR sudah sangat kritis saat pertama kali dibawa ke IGD. “Sejak awal masuk, kondisi pasien sudah koma. Selama enam hari perawatan, tidak ada perubahan signifikan hingga akhirnya dinyatakan meninggal dunia,” ujarnya.
Hasil pemeriksaan medis menunjukkan adanya pendarahan di otak yang diduga akibat benturan keras. Namun, untuk memastikan penyebab pastinya, dr. Syamsu menegaskan bahwa otopsi diperlukan. “Dari sisi medis, kami mempublikasikan adanya benturan yang menyebabkan pendarahan di otak. Namun, kami tidak bisa menyimpulkan apa pun sebelum ada hasil otopsi. Ini menjadi ranah kepolisian untuk penyelidikan lebih lanjut,” jelasnya.