BANDUNG – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bandung baru-baru ini mengungkap kasus korupsi besar yang melibatkan Ketua Karang Taruna Bandung Barat berinisial UR.
UR Suami dari salah seorang anggota DPRD KBB ini ditetapkan sebagai tersangka karena diduga terlibat dalam penyalahgunaan dana Program Indonesia Pintar (PIP), yang merugikan negara hingga miliaran rupiah.
Tidak hanya UR, dua tersangka lainnya, BR dan YS, yang merupakan Mantan Rektor Universitas Bandung dan Wakil Ketua Karang Taruna Institut (KTI) Kabupaten Bandung Barat, juga terlibat dalam skandal ini.
Baca Juga:Tinjau SPKLU Bandung, Dirut PLN Pastikan Seluruh Infratruktur EV Siap Layani Masyarakat 24 JamH-1 Natal Volume Kendaraan Menuju Cirebon Melalui Tol Cipali Meningkat 8 Persen
Diketahui, Modus Operandi Korupsi Kasus ini bermula ketika Universitas Bandung (dulu masih STIA Bandung) bersama KTI Kabupaten Bandung Barat menjalin kerja sama untuk membuka kelas jarak jauh di beberapa daerah, seperti Cisarua, Cipongkor, KBB, dan Majalaya, Kabupaten Bandung.
Kelas-kelas ini dibuat untuk menyalurkan bantuan PIP kepada mahasiswa yang terdaftar.
Namun, kelas-kelas yang diselenggarakan tidak memenuhi standar yang ditetapkan oleh kementerian dan bahkan tidak memiliki izin resmi.
Alih-alih untuk pendidikan, kelas-kelas ini hanya digunakan sebagai sarana untuk menyalahgunakan dana PIP. Dana yang seharusnya digunakan untuk biaya kuliah mahasiswa dipotong secara tidak sah oleh para tersangka.
Menurut penyelidikan, setiap mahasiswa yang terdaftar di kelas jarak jauh dapat memperoleh dana PIP sebesar Rp 7,5 juta, namun dana tersebut dipotong sekitar Rp 3,7 juta hingga Rp 5,5 juta oleh UR dan YS.
Sedangkan BR, sebagai Rektor, menyetujui agar kelas jarak jauh tersebut mendapatkan 30% dari total biaya pendidikan.
Lebih mengejutkan lagi, beberapa mahasiswa yang sudah Drop Out (DO) atau tidak aktif ternyata masih menerima dana PIP.
Baca Juga:Kemenkes Cek Langsung Posko Kesehatan di Rest Area KM 57Kinerja Bapenda, Target Lampaui PAD Diatas 100 %
Bahkan, ada juga mahasiswa yang terdaftar secara fiktif namun tetap mendapatkan dana yang dicairkan. Praktik ini jelas merugikan negara karena dana yang disalurkan tidak digunakan sesuai tujuan.
Kejari Kota Bandung memperkirakan kerugian negara akibat kasus ini mencapai miliaran rupiah.
Berdasarkan perhitungan sementara, ada sekitar 110 mahasiswa yang terlibat dalam kasus ini pada tahun anggaran 2021 dan 2022.
Kejaksaan kini sedang menunggu hasil audit lebih lanjut untuk menghitung secara pasti jumlah kerugian negara.