Warga Blok Jalitri Subang Tegaskan Penutupan TPS dan Tolak Keberadaannya

Warga Blok Jalitri
Warga Blok Jalitri, Kabupaten Subang, secara tegas menyatakan sikap untuk menutup Tempat Pembuangan/Penampungan Sampah (TPS) di wilayahnya. ZAENAL ABIDIN PASUNDAN EKSPRESĀ 
0 Komentar

SUBANG-Warga Blok Jalitri RT 36/09 Panglejar, Kelurahan Karanganyar, Kabupaten Subang, secara tegas menyatakan sikap untuk menutup Tempat Pembuangan/Penampungan Sampah (TPS) di wilayah mereka dan menolak keberadaannya. Keputusan ini diambil setelah warga merasa keberadaan TPS menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan mereka.

Menurut salah satu perwakilan warga, keberadaan TPS di dekat pemukiman dinilai dapat menimbulkan dampak negatif, seperti pencemaran lingkungan, bau tidak sedap, serta potensi penyebaran penyakit.

Salah satu warga setempat, Rudy bray, menyatakan bahwa setelah dampak penutupan TPS yang berada di pasar Pujasera, warga disekitar sanah berpindah tempat membuah sampah ke TPS jalitri, jadi disini bisa terkumpul menjadi lebih banyak.

Baca Juga:Permudah Masyarakat Dapat Layanan Kepolisian, Aipda Diki Nurul Rochman Luncurkan Program ADA BHABINPenantian sejak Tahun 1989, Skema HGB di Atas HPL Jadi Solusi bagi Warga Kampung Nelayan Muara Angke

“Bahkan yang membuang ke TPS disini tidak sedikit ya adalah hampir mencapai 50 RW, yaitu mulai dari RW 1 sampai 28 itu kesini blok lele, Sukawening, lalu RW Kelurahan Pasirkareumbi, RW Kelurahan Cigadung, RW Kelurahan Soklat, dan lainnya,” ungkapnya kepada Pasundan Ekspres.

Dia mengungkap, bahwa mengapa RW 2 blok jagal keberatan ketika ada sampah cuma segitu nah apalagi yang disini lebih banyak. Jadi beberapa waktu lalu warga mengkonfirmasi kepada Dinas Lingkungan Hidup (LH) untuk melalukan rapat menindak tegas tidak menerima TPS disini sehingga warga membuat banner yang bertuliskan warga blok Jalitri menegaskan bahwa tidak menerima adanya TPS disini pokoknya harus ditutup.

“Maka jika dilihat TPS disini memiliki banyak tekanan dari warga sekitar jadi terlihat beres dan tidak menumpuk, jadi kalo tidak ada tekanan sampe menumpuk dibiarkan 3 bulan tidak akan ada yang mengangkut,” ujarnya.

Lebih lanjut Rudy menegaskan, dalam hal penutupan ini ada beberapa alasan yang dikeluarkan oleh warga pertama itu soal penumpukan sampah yang tidak ada pengangkutan seakan diabaikan, kedua air limbah yang sudah cukup dalam sehing jika hujan derah akan menumbuhkan bibit penyakit, ketiga secara peraturan dan perundang-undangan apa sudah diketok palu oleh DPRD bahwa titik sampah itu disini, dan warga sangat keberatan karena kondisinya seperti ini.

Selain itu, warga juga mengaku sudah berulang kali menyampaikan keluhan kepada pihak berwenang, namun belum ada solusi konkret yang diberikan. Mereka menuntut agar pemerintah terkait segera mencari lokasi alternatif yang lebih sesuai dan jauh dari pemukiman warga.

0 Komentar