PASUNDAN EKSPRES- Baru-baru ini, sebuah unggahan di platform X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter) oleh pengguna @awesomeposted memicu perdebatan hangat di kalangan netizen.
Dalam unggahannya, ia menyatakan, “mabokkk segala bahasa arab dijadiin doa & sholawat — a thread,” yang mengindikasikan kritik terhadap kecenderungan penggunaan bahasa Arab dalam doa dan sholawat tanpa pemahaman yang mendalam.
Fenomena ini menyoroti realitas yang memprihatinkan di masyarakat kita, di mana banyak individu melafalkan doa dan sholawat dalam bahasa Arab tanpa memahami makna yang terkandung di dalamnya.
Baca Juga:Nonton The First Frost Episode 16! Adegan Romantis Ini Bikin Hati Meleleh!The First Frost: Spin-Off Hidden Love yang Bikin Baper! Kenali Para Pemainnya di Sini!
Hal ini berpotensi mengurangi esensi spiritual dari ibadah tersebut, menjadikannya sekadar ritual tanpa penghayatan yang mendalam.
Kontroversi terkait penggunaan bahasa Arab dalam praktik keagamaan bukanlah hal baru. Beberapa pihak berpendapat bahwa melantunkan doa dan sholawat dalam bahasa yang tidak dipahami oleh mayoritas jamaah dapat mengurangi kekhusyukan dan makna dari ibadah itu sendiri.
Sebagai contoh, Menteri Agama Indonesia pada tahun 2019, Fachrul Razi, pernah menyarankan penggunaan bahasa Indonesia dalam doa agar lebih dipahami oleh umat, mengingat tidak semua masyarakat mengerti bahasa Arab.
Selain itu, muncul pula kekhawatiran bahwa penggunaan bahasa Arab secara serampangan dalam konteks non-religius dapat menimbulkan kesalahpahaman.
Sebagai contoh, di platform media sosial TikTok, terdapat video yang menyoroti penggunaan bahasa Arab dalam lagu-lagu populer yang kemudian dianggap sebagai sholawat atau doa oleh sebagian masyarakat, padahal konteksnya berbeda.
Situasi ini mencerminkan ironi yang menyedihkan di satu sisi, ada semangat untuk mengadopsi elemen budaya Arab dalam praktik keagamaan, namun di sisi lain, kurangnya pemahaman mendalam terhadap bahasa tersebut dapat mengaburkan makna dan tujuan asli dari ibadah.