BANDUNG-Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo tidak menurunkan target capaian peserta KB. Kebijakan ini diambil guna mengenjot capaian target yang drop dalam beberapa waktu terakhir.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mematikan pihaknya tidak akan menurunkan capaian target pada masa kenormalan baru. Mantan Ketua Program Studi Program Pendidikan Dokter Spesialis Obsetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) ini memilih mengubah kebijakan untuk tetap memburu target pencapaian program. “Ketika Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) bertanya siapa yang akan menurunkan target, BKKBN memilih tidak menurunkan target,” kata Hasto pada kegiatan webinar atau seminar daring yang digagas Perwakilan BKKBN Jawa Barat dan Warta Kencana, beberapa waktu lalu.
Dia mengungkapkan, secara nasional peserta aktif KB turun sebanyak 10 juta selama April 2020. Pada Maret 2020, Indonesia memiliki 36 juta peserta KB aktif. Jumlahnya rontok menjadi 26 juta orang pada April 2020. Dari jumlah tersebut, 2.5 juta di antaranya merupakan pasangan usia subur dengan fertilitas tinggi pada rentang usia 20-30 tahun. “Itulah mengapa pada new normal ini tetap harus bisa mencapai target. Kalau kita dalam new normal ini menjadi new target kemudian under target, maka menurut saya kita bunuh diri. Kita repot,” tegas Hasto.
Baca Juga:Menilik Kreativitas Mang Uu, Perajin Perak Andal dari Purwakarta, Pelanggannya hingga Luar NegeriMati Berdiri
Dia menjelaskan, penuruan peserta KB terjadi pada seluruh jenis alokon. Penurunan terbesar tejadi pada jenis KB suntik yang rontok dari 18 juta pada Maret 2020 menjadi 13 juta pada April 2020. Demikian juga pada pil, dari 7,3 juga menjadi 5,4 juta. Ini bisa dimaklumi mengingat 75 persen peserta KB di Indonesia merupakan pengguna KB suntik dan pil.
Hasto berdalih, penurunan yang terjadi pada April menunjukkan adanya kepatuhan pada masyarakat untuk tetap berada di rumah (stay at home). Peserta KB memilih menunda pemasangan berulang atau pemeriksaan dan memilih tetap di rumah. Pada saat yang sama, pelayanan pun tidak mudah diakses. Bila kondisi ini terus dibiarkan, potensi kehamilan baru selama pandemi menjadi cukup tinggi.
“Ini merarik. Kalau ada pasangan suami-istri mengalami stop kontrasepsi, maka mereka akan hamil berapa banyak. Untuk suntik, kalau bulan pertama stop, maka yang hamil ada sekitar 10 persen. Kalau IUD, kalau dilepas dan aktif seksual, maka yang hamil akan ada 15 persen. Kemudian pil, kalau berhenti, bulan pertama bisa langsung 20 persen. Makanya membuat hitung-hitungan kalau rata-rata 15 persen saja selama tiga bulan pertama ini, maka sudah cukup banyak,” ungkap Hasto.