Oleh : Muhamad Choerul Adlie Rafqie
Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik, UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Akhir-akhir ini publik dibuat resah oleh dinamika perpolitikan di tanah air. Bagaimana tidak?, jika berkaca pada nama-nama menteri dan wakil menteri kabinet Indonesia Maju, dinilai berbagai pihak termasuk oleh Direktur Pusat Kajian dan Riset Politik (Puskapol) Universitas Indonesia, Aditya Perdana, hanya sebagai bentuk akomodasi politik bagi mereka yang membantu Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin dalam pilpres 2019 kemarin. Hal ini tentu rawan akan adanya konflik kepentingan di pusaran kabinet itu sendiri, bisa jadi kepentingan rakyat akan dikesampingkan dan kepentingan partai politik dan oligarkilah yang akan menjadi prioritas, padahal esensi dari politik itu adalah cara untuk meraih kepentingan bersama, bukan individu ataupun golongan.
Jikalau benar seperti itu , hal ini tentu akan berdampak buruk bagi citra politik Presiden Joko Widodo itu sendiri. Walaupun sudah tak adalagi kalkulasi elektabilitas karena sudah menjabat presiden untuk yang kedua kalinya, namun faktor kepuasan publik terhadap kinerja kepemimpinan Presiden Joko Widodo tidak boleh dilupakan. Jangan sampai hanya karena mengedepankan kebutuhan elite partai politik dan oligarli kepentingan rakyat dipertaruhkan, yang nantinya pasti akan memicu aksi demonstrasi dimana-mana jika pemerintah mengenyampingkan rakyat, dan pemerintah sendiri juga yang merugi ketika ada demonstrasi karena nantinya sorot mata dunia akan tertuju ke Indonesia.
Publik mempunyai argumentasi bahwa idealnya Presiden Joko Widodo mengangkat menteri dan wakil menteri dari kalangan profesional yang bukan representasi dari partai, oligarki, ataupun orang yang dianggap berjasa dalam pemenangan kontestasi politik. Urgensi membentuk “zaken kabinet” di era sekarang ini adalah untuk menekan malfungsi kabinet, dan menjauhkan kabinet dari dekadensi yang mungkin saja terjadi jika kabinet diisi oleh kalangan partai politik dan oligarki. Ditambah kalangan profesional dinilai akan lebih efektif dan efisien ketika bekerja, karena akan bekerja sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas, hal itu tentu akan mempermudah dalam membuat dan menjalankan kebijakan yang bisa menunjang kepemimpinan Presiden Joko Widodo sendiri dalam 5 tahun kedepan, namun hal itu terasa utopis karena realitasnya saat ini tak sebanding dengan harapan kita semua.