Mengkritisi RUU TPKS

Mengkritisi RUU TPKS
0 Komentar

Oleh : Irianti Aminatun

Indonesia sedang mengalami darurat kekerasan seksual. Untuk mengatasi masalah tersebut DPR merancang  payung hukum berupa Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

RUU ini menjadi secercah harapan untuk menyelesaikan tingginya kasus kekerasan seksual yang terjadi saat ini. Setidaknya itulah yang menjadi harapan  Komisioner  Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Bandung Nurlela Qodariyah.

Dilansir dari laman Literasi News. Pikiran Rakyat.com, Nurlela menjelaskan pengesahan RUU TPKS sangat mendesak mengingat maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi saat ini, bahkan menurutnya saat ini Indonesia sedang mengalami darurat kekerasan seksual.”Dengan adanya payung hukum ini semoga dapat menekan kasus kekerasan seksual yang saat ini sangat cukup tinggi,” paparnya.

Benarkah RUU TPKS adalah Solusi kekerasan Seksual?

Baca Juga:Deciding Upon Swift Products For Literary ExamplesDua Sungai Meluap, 236 Rumah di Desa Karangligar Terendam Banjir

Andai RUU TPKS ini nanti disahkan menjadi Undang-Undang,   diduga  Undang- Undang ini tidak akan  bisa menjadi solusi bagi maraknya kekerasan seksual. Setidaknya ada dua alasan. Pertama, kesalahan paradigma. Paradigma  RUU  TPKS ini adalah sekularisme, HAM dan Liberalisme, bukan  paradigma agama.

Paradigma ini tampak dari pandangan bahwa seks baru dianggap bermasalah jika ada ‘aduan’ atau ‘laporan’ dari korban. Padahal ada permasalahan  seksual yang lain seperti penyimpangan seks dan free seks yang  tak kalah bahayanya bagi kehidupan bermasyarakat.  Tapi dua hal ini tidak dimasukkan dalam pembahasan perundangan.

Pakem seks mengikuti dogma sexual consent, yaitu ketika mau melakukan “hubungan seks” harus ada persetujuan. Suka sama suka, tidak ada pemaksaan meski dengan pasangan resmi sekalipun. Baru dianggap bermasalah jika ada pemaksaan dalam seks, baik itu pasangan resmi atau bukan.

Dogma ini sejalan dengan dogma kebebasan prilaku yang menjadi salah satu pilar HAM. Kebebasan prilaku inilah yang menyebabkan kekerasan seksual terus meningkat.

Sebagai gambaran  Amerika dan negara-negara di Eropa sudah terlebih dahulu membuat undang-undang  pencegahan kekerasan seksual. Faktanya berdasarkan berbagai penelitian, Amerika menjadi negara terbesar ketiga se-dunia terjadinya kekerasan seksual. Dari sepuluh negara besar di dunia, negara-negara Eropa masuk dalam 10 besar terkait dengan pelecehan seksual.

0 Komentar