NAMA Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil selalu muncul dalam survei bursa calon presiden (capres) dan wakil presiden Pilpres 2024. Peluang Kang Emil, terbilang besar.
Dalam sejumlah jajak pendapat atau survei publik dalam beberapa waktu terakhir, kadar popularitas dan elektabilitasnya hampir selalu masuk dalam peringkat lima besar.
Bersama sosok-sosok kandidat populer lainnya seperti Prabowo Subianto, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo, nama Ridwan Kamil menunjukan tren peningkatan.
Baca Juga:Penyaluran Pembiayaan WOM Finance Meningkat 69%Danu Mengaku Diperintah Oknum Banpol, Pengacara: Tidak Ada Niat Hilangkan Barangbukti
Popularitas Ridwan Kamil juga mengungguli kandidat lainnya di antaranya seperti Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Menparekraf Sandiaga Uno, Menko Polhukam Mahfud MD, Menko Perekonomian yang sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Mensos Tri Rismaharani, Menteri BUMN Erick Thohir, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudoyono hingga Ketua DPR RI Puan Maharani.
Dari hasil survei publik yang dikeluarkan oleh lembaga survei Poltracking Indonesia, yang dirilis pada 25 Oktober lalu dengan 1.200 responden elektabilitas Ridwan Kamil sebesar 4,1 persen.
Di bawah Ganjar Pranowo (22,9 persen), Prabowo Subianto (20 persen) dan Anies Baswedan (13,5 persen).
Sementara survei eksperimental yang digelar Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada 15-21 September 2021 menyebutkan adanya tingkat popularitas atau kedikenalan (popularity) Ridwan Kamil yang mencapai 66 persen dan tingkat kedisukaan (likeability) sebesar 82 persen.
Memang semuanya masih sebatas angka atau statistik. Namun dari sisi tabungan sosial dan politik, sebagai kepala daerah dengan populasi penduduk terbesar di Indonesia, potensi untuk menaikkan daya saing (competitiveness) seorang Ridwan Kamil sangat dimungkinkan.
Apalagi ketika hingga saat ini, Ridwan Kamil identik dengan satu-satunya kandidat yang merepresentasikan Jawa Barat. Ditambah lagi dengan konstelasi politik di mana aktivitas dan figur Ridwan Kamil relatif sepi dari “dinamika politik”.
Sebagian besar diisi oleh publikasi atau ekspose dari media yang cenderung positif sehingga berpotensi besar menaikkan kadar likeability atau afeksi publik terhadap dirinya. Sebab, dalam politik kontemporer, imaji yang positif cenderung beriringan atau ekuivalen dengan elektabilitas.
Baca Juga:Komarudin Terpilih Nahkodai PPDI Kabupaten SubangAula Desa Tidak Layak, Kades Ambil Tindakan
Jadi bisa saja ada sosok yang popularitasnya tinggi, namun karena tidak disukai menjadi faktor ketidakterpilihannya.