Oleh
Drs.H.Priyono,M.Si ( Dosen Fakultas Geografi UMS dan Penasehat Takmir Masjid Al Ikhlas, Gudang Lor, Desa Sumberejo,Klaten Selatan )
Bulan ramadhan 1444 H telah berlalu dengan dirayakannya Idul Fitri atau hari kemenangan bagi umat Islam. Gema takbir menggelora di seluruh pelosok tanah air dan karena jarak masjid ke masjid berdekatan maka suara takbir bersahutan tanpa henti, menggemakan kebesaran ilahi setelah selama 29 hari menuntaskan ibadah puasa dengan kegembiraan dan keikhlasan.
Umat Islam di seluruh dunia merayakannya dengan berbagai cara yang berbeda. Ada yang melaksanakan open house dengan bersalaman, sungkeman dari yang muda kepada yang tua dengan lafal maaf memaafkan yang beraneka warna, dan menyajikan beraneka makanan. Bahkan ada yang membagikan uang untuk mereka yang bersilaturahmi sebagai simbol kebahagiaan dan kedeermawanan. Ada yang menghias rumah dengan berbagai lampion dan lampu hias yang berkedip, tak jarang yang mengundang kerabat di suatu lokasi kemudian diadakan protokoler halal bi halal , banyak yang memanfaatkan teknologi dengan aplikasi zoom untuk ber halal bihalal, tidak mengenal batas wilayah, bisa sampai menjelajah benua dan seakan berhadapan.
Baca Juga:ISTIQAMAH DALAM KETAQWAANDispensasi Belajar dan Pembentukan Manusia Seutuhnya
Kesemuanya memiliki tujuan yang sama , untuk bertemu melepas kerinduan dan saling memaafkan. Setelah Allah swt mengampuni dosa umat islam yang berpuasa maka dilanjutkan sesama manusia harus saling memaafkan. Dalam beberapa ayat Al Qur’an, kata Iman selalu diberengi dengan amal shaleh atau berbuat kebaikan untuk mendapatkan surganya Allah. Terpancarlah wajah wajah manusia taqwa yang selalu menebarkan senyuman karena kebersihan hatinya.
Dibalik meriahnya peringatan Idul Fitri , ada relevansi antara bulan ramadhan dan bulan syawal. Seorang mantan Rektor UII mengilustrasikan bahwa bulan Syawal bagaikan orang naik pesawat, kemudian pesawat menuju landasan pacu untuk kemudian melesat naik dengan kecepatan yang tinggi agar bisa sukses take off. Jadi bulan syawal harus meningkat ibadahnya di banding bulan Ramadhan. Maka sering disebut bulan syawal sebagai bulan peningkatan ibadah atau bulan akselerasi. Namun agak ironis nampaknya , karena seusai bulan ramadhan, hampir seluruh masjid di Nusantara yang jumlahnya lebih dari 850.00 kembali ke kondisi awal, seperti sebelum bulan ramadhan, jamaahnya surut lagi. Itulah gap antara yang seharusnya dan senyatanya.