OLEH: Cece Rahman
Aktivis Lingkungan
Profesi petani indonesia yang saat ini masih bergantung pada pola pertanian konvensional masih lemah dalam menentukan harga hasil panennya. hal ini terjadi karena posisi tawar petani kalah dengan rantai perdagangan bahan pangan yang dianut oleh negara dengan lebel agraris. sebagai daerah agraris kabupaten subang memiliki luas lahan pertanian padi yang cukup luas dan dengan pengairan irigasi teknis yang memadai, namun dibeberapa tempat masih berpolemik kekurangan air. apalagi pada tahun 2019 yang musim kemarau nya lumayang panjang dan terasa sekali kurangnya air untuk pertanian sawah dengan pengairan teknis.
Akan tetapi dengan berbagai permasalahan mulai dari pra produksi, produksi sampai pasca produksi sebagai petani yang menjadi pilihan profesi di perdesaan menjadi keterpaksaan pilihan, artinya untuk menjadi petani adalah profesi pilihan terakhir ketika pemuda desa tidak mampu bersaing ketika mencari kerja diperkotaan yang akhirnya menetap didesa dan memilih sebagai buruh tani dan petani miskin bagi yang memiliki modal untuk menyewa bahkan membeli lahan untuk bertani. di kabupaten subang pilihan profesi ini mulai terjadi peralihan/bergeser karena adanya trend daerah dengan banyaknya pembangunan infrastruktur nasional dan pembangunan pabrik para investor baik PMA ataupun PMDN. kondisi ini merubah struktur ekonomi dan sosial di perdesaan, perempuan bnhak diakomodir sebagai pekerja pabrik dan laki2 menjadi pengantar dr rumah ke pabrik. masih dominanya laki2 menjadi buruh tani dibandingkan dengan perempuan.
Hal ini dapat terlihat di wilayah Kabupaten Subang sebagai daerah yang merupakan peringkat ke lima yang mengahasilkan panhan terutama padi dilevel nasional kabupaten Subang belum mampu memberikan kesejahteraan yang baik bagi para petani dan buruh tani. Kemunculan masalah baru ketika musim tanam sering dikeluhkan petani dengan adanya fenomena kekurangan tenaga kerja buruh tani untuk menanam dan untuk memanen dikarenakan banyaknya perempuan dipedesaan yang memilih menjadi buruh pabrik dibandingkan menjadi buruh tani. fenomena ini terjadi karena sudah mulai menjamur pabrik-pabrik yang mempekerjakan kaum perempuan di perdesaan yang lulusan smp dan sma. Namun demikian beberapa petani kaya dapat menggati tenaga buruh tani dengan mendatangkan/menyewa bahkan membeli mesin untuk memanen yang lebih ekonomis karena minim tenaga kerja dan hasilnya meningkat karena sedikit gabah yang terbuang begitu saja.