oleh
1.Drs.Priyono,M.Si (Dosen Senior pada Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta)
2.Imam Budi mulyono,SSi (Guru Geografi SMAN 3 Pemalang,Jateng dan Alumnus F.Geografi UMS)
3.Edi Rianto,SSi (Guru Geografi SMAN 2 Rembang,Jateng dan Alumnuas F.Geografi UMS)
Baca Juga:Pentingnya Penerapan Disiplin Positif di SekolahSosok Mahluk Halus Tertangkap Kamera di Gudang Logistik PPK
Kita baru saja menyelesaikan tahap pemilu pemungutan suara dan kini tengah berproses melakukan perhitungan suara baik dengan perhitungan cepat maupun manual. Di jagad nyata dan maya atau medsos telah berkembang opini yang bervariasi oleh nitizen: mulai dari issue penggelembungan suara nomor 2, kesalahan sirekap membaca scan hasil perhitungan suara dalam  form C1, hasil pemilu sudah diseting dengan kemenangan dan persentase paslon tertentu, efek bansos dan pengerahan aparat pemerintah agar mendukung paslon no 2 sampai efek ketidakharmonisan hubungan Jokowi deng PDIP yang nota bene partai yang mengusung Jokowi bisa jadi walikota, gubernur DKI Jakarta sampai ke RI 1. Berita yang menyertai hasil perhitungan suara adalah betapa lelahnya kerja KPPS dan seluruh jajarannya mulai dari TPS sampai ke jenjang atas, termasuk penghargaan yang cukup memadai bagi anggota KPPS. Beberapa sampel acak yang saya peroleh dari teman yang tinggal TPS di Rembang, Pemalang, Lampung dan TPS tempat saya memilih dihasilkan urutan paslon Presiden dan wakil Presiden pemenangnya adalah no 2,3 baru 1 tapi hasil hitung cepat maupun hitung manual bergeser jadi 2,1 dan 3. Drama pemilu belum berakhir, kita tunggu real count hingga tuntas.
Lepas dari berita tentang pemilu tetapi tetap ada relevansinya dengan peristiwa besar level Nasional tersebut, kita sebagai umat manusia tidak terlepas dari perilaku memilih, baik memilih Presiden dan wakil Presiden, Anggota legislative, anggota DPD hingga memilih pekerjaan, mencari teman, memilih organisasi politik, memilih bersyukur atau kufur atau memilih warung makan minum, sampai memilih jodoh atau pasangan hidup. Sampai ketika berkumandang azan subuhpun, kita diberi opsi memilih apakah tetap tidur ataupun bergegas ke masjid untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah, meskipun sang muazin sudah menutup kalimat yang mengalun dalam azan dengan ucapan sholat lebih baik daripada tidur. Kualitas memilih kita akan sangat ditentukan oleh kualitas kita sendiri baik sebagai machluk beragama, machluk akademis maupun predikat yang lain. Pilihan kita akan menentukan nasib kita di masa depan baik di dunia maupun di akherat, tidak saja nasib individu tetapi juga nasib bangsa, misalnya memilih pemimpin mulai dari kepala desa sampai Presiden. Oleh karena itu pada tataran memilih adalah moment yang sangat krusial dan menentukan, maka diperlukan pertimbangan dan wawasan yang luas agar tidak salah memilih. Bisa dikatakan bahwa ciri pemilih pada setiap pemilihan nasional di Indonesia adalah berpola seperti segitiga terbalik artinya golongan yang posisi ekonomi, pengetahuan dan wawasan tentang yang dipilih , sebagian besar ekonomi menengah kebawah demikian juga pengetahuan dan wawasan yang akan dipilih. Maka sangat mungkin akan terjadi bukan pilihan yang baik tapi pilihan selera atau dalam tanda petik terjadi bias pilih? karena dipengaruhi oleh berbagai iming iming baik materi maupun yang lain.