PASUNDAN EKSPRES – PojokAN 174, Mikir
Sebab orang adalah hewan yang berpikir (hayawan an natiq). Kebanyakan orang pasti berpikir.
Kalau tak berpikir, binatang namanya. Namun kadang ada orang yang suka mikir.
Entah mikir tentang hidupnya sendiri atau hidup orang lain.
Hingga tak habis pikir, melihat orang yang hidup saenak udel dewek saja.
Tak habis pikir, memikirkan kemana jalan pikiran orang lain.
Baca Juga:Akselerasi Penurunan Stunting, Putih Sari – BKKBN Sampaikan 4 Terlalu Yang Harus DihindariPojokan 173, Kuru Setra
Geleng-geleng kepala biasanya menjadi tanda orang yang tak habis pikir, namun tak menemukan benang merah akal sehat jalan pikiran.
Karena orang yang tak tahu jalan pikirannya sendiri, biasanya tak tanggungjawab.
Akibat tak mikir dari semua perbuatannya. Tak mikir bahwa akan ada konsekuensi yang harus ditanggung.
Dan yang menanggung bukan hanya dirinya. Orang sejagat raya bisa jadi ikut menanggung akibat dari perbuatan yang tak dipikirkannya.
Bahkan hingga cacing dibalik tanahpun terkena imbasnya.
Padahal kambing tak pernah punya salah, karena kambing tak punya pikiran.
Jadi soal hidup itu, soal cara berpikir. Lebih tegasnya cara pandang pikiran kita terhadap persoalan yang ada di depan mata.
Kaum oportunis memandang persoalan dari sisi mengambil keuntungan pribadi semata.
Percis seperti diteladani oleh Gambetta, Republikan di Prancis (1879-1899), yang mencari keuntungan dalam pemerintahannya.
Baca Juga:Pojokan 172, Nama AsliResmikan Plant Pertama di Indonesia, Kementerian ESDM: PLN Miliki Cara Paling Cepat Hasilkan Green Hydrogen
Bisa jadi jalan politik Gambetta terinspirasi dari ekspresi politik Italia opportunismo abad ke-19, mengambil keuntungan dari keadaan yang berlaku.
LIHAT JUGA:
Model orang oportunis Gambetta ini sudah beranak pinak dalam dunia politik dan kehidupan sosial nyata. Bahkan sudah jadi perilaku.
Cara pandang adalah cara berpikir yang digunakan oleh manusia. Sering kali cara pandang kita, dipaksakan untuk diterima orang lain.
Memaksakan cara pandang untuk diterima orang lain ini, kadang menggunakan model tawaran keuntungan yang akan diterima pihak lain atau paksaan bin tekanan. Demi menutupi kepentingan sendiri dari cara pandang.