Pojokan 182, Sang Calon
Promosi itu menjadi bagian penting dalam dunia marketing.
Tak pantas sebuah barang yang bagus, bila tak dipromosikan. Membunuh kesempatan orang untuk memakai barang tersebut.
Apalagi mempromosikan calon anggota yang terhormat.
Terhormat karena dianggap mewakili rakyat yang miliki suara. Suara yang kemudian dianggap diwakili suaranya.
Padahal ketika terpilih, belum tentu menyuarakan pemilik suara.
Soal promosi bisa bermacam cara. Soal cara promosi berkaitan dengan harga.
Bergantung tebal-tipisnya dompet.
Baca Juga:Siagakan Petugas, PLN Pastikan Kesiapan Keandalan Pasokan Listrik Menyambut “Nataru”Dua Tahun Berturut-turut Darmawan Prasodjo Raih Green Leadership Utama Award, PLN Pecah Rekor Borong 20 Proper Emas KLHK 2023
Lumrahnya musim pemilu (pemilihan umum), maka pasang gambar diri di pinggir jalan menjadi alternative promosi murah.
Pasang tampang senyum tulus dengan coretan “memperjuangkan rakyat”, menjadi pilihan utama.
Boleh juga, “Anda pilih no…., Anda sejahtera”. Atau apapun yang membuat orang menarik untuk mencoblos nomor dan gambar sang calon.
Para calon itu begitu manisnya di baligho yang berengger di pinggir jalan, tikungan, atau nemplok di tiang atau pohon.
Memang kalau tak mengumbar janji, bukan promosi calon anggota legislative (caleg) namanya.
Janji itu menjadi penanda bahwa gambar yang dipromosikan bisa dipercaya untuk mewujudkan janjinya.
Asal terpilih. Soal terpilih ini bergantung kepada suratan taqdir dan campur tangan serta buah tangan.
Baca Juga:Pojokan 181, GuyubDirut PLN Darmawan Prasodjo Kembali Dinobatkan Jadi CEO Of The Year
Ngomong-ngomong soal calon yang promosinya gencar dimana-mana, ada coleteh menarik dari seorang supir taxi on line yang saya tumpangi dari bandar menuju rumah di Bekasi.
Ditengah kemacetan jalanan tol, kami ngobrol ngalor ngidul.
Menanyakan sudah berapa lama menjadi supir taxi on line, sudah berapa penumpang yang diantar hingga sampai pada soal gambar promosi para caleg yang bertebaran di pinggir jalan.
“Ko tidak ada gambar Bapak, di baligho itu,” gurau saya.
“Wajah Saya gak pantas Pak, lagian tidak ada modal untuk masang gambar wajah saya seperti para calon itu,” jawab Pak Supir sambil nyengir.
“Loh soal pantas itu urusan kedua puluh Pak, yang penting bisa mengumbar janji,” timpal saya menggarami gurauan.