PURWAKARTA-Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Purwakarta mengkritisi keputusan pemerintah yang menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada Sabtu (3/9), akhir pekan kemarin.
Koordinator Aliansi BEM Purwakarta Muhammad Hidayatullah bahkan menyebutkan kenaikan BBM kali ini terkesan tanpa perhitungan yang matang.
“Sudah tidak heran lagi, BBM menjadi bahan pokok penopang semua proses produksi. Terlebih, dewasa ini siapa yang tidak menggunakan teknologi transportasi? Omong kosong rasanya jika masih banyak orang yang tidak memakai BBM! Baik itu kendaran pribadi atau pun angkutan umum, yang pada intinya tidak bisa lepas dengan BBM,” kata Koyat, panggilan akrabnya kepada wartawan, Senin (5/9).
Baca Juga:Dikawal Ratusan Purnawirawan, Rekonstruksi Kasus Penganiayaan yang Menyebabkan Tewasnya Letkol (Purn) Muhammad Mubin di Lembang Temui Fakta BaruCatatan Harian Dahlan Iskan: Amplop Suharso
Atas dasar itu, sambungnya, BBM menjadi penting untuk semua kalangan masyarakat. Namun, permasalahannya, kata dia, tidak semua orang bisa menjangkau harga BBM yang sudah ditetapkan oleh negara.
“Maka, pemerintah mengeluarkan kebijakan BBM subsidi. Di mana, subsidi dikhususkan bukan untuk kalangan mapan. Tidak hanya itu, ketidakakuratan pendistribusian subsidi juga menjadi persoalan tambahan. Jika ditarik kesimpulannya, permasalahannya adalah data yang tidak presisi membuat kebijakan tidak relevan,” ujar Koyat.
Ditambah, kali ini, lanjutnya, Presiden Joko Widodo menaikkan harga BBM yang terkesan tidak diperhitungkan. Yakni, dari Rp7.650 menjadi Rp10.000 per liter untuk pertalite, Rp5.150 menjadi 6.800 per liter untuk solar, dan pertamax Rp12.500 jadi 14.500 per liter.
“Alasan yang disampaikan pemerintah, di antaranya menyesuaikan dengan kenaikan harga minyak dunia dan membengkaknya anggaran subsidi dan kompensasi BBM. Kemudian, masih banyaknya pengguna subsidi dari kelompok ekonom mampu sebesar 70 persen,” ucapnya.
Disebutkannya, harga pertalite yang mencapai Rp10.000 memang bukan jadi persoalan untuk mereka yang duduk di istana negara. Akan tetapi, sambungnya, untuk kaum pinggiran ini menjadi sebuah luka.
“Dari narasi itu jelas dirasa jika Presiden Jokowi tidak memiliki jiwa kerakyatan. Jangan salahkan kami jika BBM tidak diturunkan maka aksi demo akan terjadi secara besar-besaran,” kata Koyat.(add/vry)